Tuesday, April 7, 2009

Lapindo Tidak Akan Minta Ganti Rugi

Lapindo Tidak Akan Minta Ganti Rugi

Jakarta (ANTARA) - PT Lapindo Brantas Inc tidak akan menuntut ganti rugi kepada pemerintah meski telah memenangkan gugatan YLBHI di tingkat kasasi Mahkamah Agung sebagai pihak yang tidak bersalah atas semburan lumpur.

"Menang berkali-kali di pengadilan membuat kami bisa bernafas lega. Karena, selama ini, terus dipojokkan, dihujat dan dianggap lalai melakukan pengeboran sehingga terjadi semburan," kata VP Relations & Social Lapindo Brantas, Yuniwati Teryana kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Padahal, kata Yuniwati, Lapindo melaksanakan pengeboran ada di 20 lokasi dengan prosedur yang sama. Tapi tidak terjadi semburan lumpur. "Kami lagi apes saja," tuturnya.

"Putusan MA itu diumumkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mungkin minggu depan,? tambah kuasa hukum Lapindo, Aji Wijaya.

Vonis tak bersalah itu bisa menjadi kartu truf buat Lapindo untuk meminta ganti rugi kepada pemerintah terhadap biaya yang telah dikeluarkan untuk mengurusi lumpur itu. "Tapi, kita tidak berniat minta biaya kembali. Biar itu Tuhan yang membalas," tegasnya.

Hampir tiga tahun, bencana Sidoarjo masih belum tuntas. Untuk mengatasi dampak semburan itu, hingga Maret 2009, Lapindo Brantas Inc. mengklaim sudah menghabiskan dana Rp 5,6 triliun.

Dana itu digunakan sebagian besar untuk penanganan sosial (relokasi sementara) senilai Rp 359,9 miliar, upaya penutupan semburan (menggunakan chain ball) senilai Rp 873 miliar dan penanganan permukaan (pembuatan tanggul) Rp 1,3 triliun.

Untuk pembayaran ganti rugi/jual beli tanah dan bangunan terdampak lumpur, Lapindo harus merogoh kocek sebesar Rp 718 miliar untuk pembayaran 20 persen. Pembayaran selanjutnya 80 persen sebesar Rp1,01 triliun.

"Kami menyebutnya jual beli sesuai Perpres 14/2007. Kalau ganti rugi malah kami mengeluarkan dana lebih murah karena harga dipatok rata-rata Rp 15 juta per bangunan," kata Yuniwati sambil mengungkapkan, pihaknya telah membeli dengan harga pantas tanah dan bangunan warga korban lumpur.

Sesuai instruksi pemerintah, harga tanah ditetapkan Rp 1 juta/m2, bangunan Rp1,5 juta/m2 dan sawah Rp120 ribu/m2. "Harga itu sudah enam kali lipat dari NJOP (nilai jual objek pajak).

Karena harga tanah di sana kurang dari 200 ribu," jelas Yuniwati.

Karena bentuknya jual beli, Lapindo menetapkan sejumlah persyaratan administrasi seperti akta kepemilikan, keterangan luas tanah dan lainnya. Untuk membayar pembelian rumah itu, Lapindo dibantu Minarak Lapindo Jaya dan tim pemerintah yakni Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

"Kita tidak mau ada masalah di kemudian hari dari ahli waris tanah itu. Jadi, kita minta bukti-bukti sebagai syarat," papar Yuniwati.

Lapindo juga masih harus mengeluarkan uang Rp 3,5 triliun lagi hingga 2010. Padahal, kata Yuniwati, Lapindo juga mengalami dampak dari krisis global yang mengganggu kinerja keuangan perusahaan milik Aburizal Bakrie itu.


No comments:

Post a Comment

Silahkan tuliskan komentar anda... :)